Refleksi Ramadhan : Bagaimana Perjalanan Ibadahku?

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيم
الْحَمْدُ لله رَبِّ الْعَالَمِيْنَ، وَالصَّلاَةُ وَالسَّلاَمُ عَلَى أَشْرَفِ الْأَنْبِيَاءِ وَالْمُرْسَلِيْنَ، وَعَلَى أله وَأَصْحَابِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ، أَمَّا بَعْد
Alhamdulillah, kembali lagi kita memuji Allah subhanahu wata’ala yang telah memberikan kita begitu banyak rahmat dan kenikmatan-Nya. Sehingga sampai hari ini kita masih bisa merasakan kenikmatan tersebut. Shalawat serta salam tidak lupa kita kirimkan kepada baginda nabi Muhammad shalllallahu alaihi wasallam, nabi yang membawa kita dari gelapnya zaman jahiliyah menuju zaman Islamiyah seperti saat ini yang kita rasakan.
Ramadhan, pasti kita sudah tidak asing lagi dengan bulan yang satu ini, bulan yang penuh berkah, bulan yang didalamnya terdapat malam yang lebih baik dari 1000 bulan.
“Allah berfirman dalam QS al-Baqarah, 183: “Wahai orang-orang yang beriman, diwajibkan kepada kamu berpuasa seperti juga yang telah diwajibkan kepada umat sebelum kamu agar kamu menjadi orang yang bertakwa”. (QS al-Baqarah, 183).
Dan kita sebagai seorang mukmin dianjurkan untuk memperbanyak ibadah kita di bulan ini, melebihi ibadah-ibadah kita di bulan yang lain.
Seperti ulama-ulama kita terdahulu yang melaksanakan ibadah sebanyak-banyaknya di bulan Ramadhan, dan berusaha untuk menjauhi maksiat secara totalitas.
Akan tetapi, apa kabar diri kita di bulan Ramadhan kali ini?
Apakah diri kita sudah lebih baik dari Ramadhan yang sebelumnya dengan melaksanakan ibadah secara totalitas, dan meninggalkan maksiat secara totalitas pula?
Kebanyakan anak cucu Adam sangat semangat dalam menyambut bulan Ramadhan, melaksanakan ibadah sebanyak-banyaknya, saat Ramadhan baru saja tiba menghampiri kita.
10 hari pertama Ramadhan, kita melihat banyak kaum muslimin membaca Al-Qur’an di masjid-masjid, melakukan aktivitas yang dipenuhi dengan kebaikan-kebaikan, melakukan bakti sosial, dan sebagainya. Karena semangat dalam menyambut Ramadhan, mereka berlomba-lomba dalam melaksanakan kebaikan untuk mencari keberkahan di bulan Ramadhan kali ini.
Namun 10 hari berikutnya, jumlah orang yang masih disibukkan dengan kebaikan berkurang. Orang yang awalnya kita lihat berada di masjid untuk tilawah Al-Qur’an, orang yang selalu berada di shaf terdepan jika shalat berjamaah, orang yang menyibukkan dirinya dengan berdzikir mengingat Allah juga turut berkurang. Kebaikan-kebaikan itu tak bertahan lama, mereka mulai melakukan kembali kegiatan mereka yang jauh dari Ridha Allah. Semua amal kebaikan itu mulai tergantikan oleh hal yang sia-sia, melakukan ngabuburit bersama teman-teman sebangku yang sejatinya tak memiliki terlalu banyak manfaat untuk pahala puasa kita, dan melakukan kegiatan sia-sia yang lainnya. Al-Qur’an yang kita genggam mulai beralih ke telepon pintar kita, dzikir yang kita ucapkan setiap waktu juga mulai berpindah ke alunan musik yang berirama.
Lantas bagaimana perjalanan ibadah kita sebagai seorang mukmin?
Apakah baik-baik saja hingga detik ini?
Padahal Allah subhanahu wa ta'ala mencintai hamba-hambanya yang istiqomah di jalannya. Sebagaimana sabda nabi Muhammad shallallahu alaihi wasallam:
“Wahai sekalian manusia, kerjakanlah amalan-amalan sesuai dengan kemampuan kalian. Sesungguhnya Allah tidak bosan sampai kalian bosan. Dan sungguh, amalan yang paling dicintai oleh Allah yaitu yang dikerjakan secara terus menerus walau sedikit.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Allah subhanahu wa ta’ala sangat mencintai amalan hambanya yang terus-menerus walaupun itu sedikit. Dan itu seharusnya menjadi tamparan bagi kita hamba-hambanya yang belum istiqomah menjalankan ibadah di bulan penuh berkah.
Sebagaimana Rasulullah shallahu alaihi wasallam yang selalu meningkatkan ibadahnya di bulan Ramadhan terlebih lagi di 10 malam terakhir bulan Ramadhan, yang dimana pada waktu tersebut Rasulullah mengencangkan ikat pinggangnya sebagai bentuk kesungguhan dalam beribadah demi meraih malam lailatul qadr.
Sebagaimana yang diucapkan Sekjen Ikatan Alumni Timur Tengah (IKAT) Aceh, Tgk. Fitra Ramadhani, Lc., M.Ag, saat wawancara bersama RRI Banda Aceh dalam program Dialog Ramadan, Senin (3/3/2025),
"Kita harus berkomitmen dalam menjalankan ibadah puasa. Konsistensi ini seperti menaiki anak tangga, tidak bisa langsung sampai ke puncak, tetapi harus dilakukan bertahap," ujarnya.
Ia menekankan bahwa ibadah yang baik harus dimulai dengan niat yang lurus, apakah untuk mengejar dunia atau akhirat. Selain itu, memperbaiki shalat dan bertaubat menjadi langkah awal agar ibadah di bulan Ramadan semakin bermakna.
"Jangan terlalu bersemangat di awal Ramadan lalu kehilangan semangat di akhir. Mulailah dengan perlahan, agar kebiasaan baik bisa terus terjaga," tambahnya.
Mempertahankan ritme ibadah kita selama Ramadhan dari awal hingga akhir bukanlah sesuatu yang mudah bisa dibilang konsisiten dalam menjalankan ibadah di bulan Ramadhan adalah sesusatu yang menakjubkan karena tidak semua orang yang bisa untuk melakukannya, melakukan suatu ibadah itu mudah untuk dilakukan namun istiqomah di dalamnya itulah yang susah. Istiqomah itu berat, kalu ringan namanya Istirahat.
"Hikmah Ramadan adalah membangun kebiasaan baik. Jika kita mendapat fadhillah di bulan ini, maka di bulan-bulan berikutnya kita akan terbiasa melakukan kebaikan dan lebih semangat dalam beribadah," tutupnya.
Jadi bagaimana perjalanan ibadah kita?, apakah teteap konsisiten sampai akhir atau berhenti di tengah-tengah?
Penutup
Semoga artikel ini bisa menjadi bahan renungan bagi kita semua, sehingga dapat istiqomah di bulan yang sangat berkah ini. Aamin ya rabbal alamiin
Wallahu a’lam bi shawaab