Hadits-hadits Yang Perlu Diwaspadai

الْحَمْدُ لِلَّهِ الْقَائِلِ
ٱليَومَ أَكمَلتُ لَكُم دِينَكُم وَأَتمَمتُ عَلَيكُم نِعمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمُ ٱلإِسلَٰمَ دِينا
وَالصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ عَلَىٰ نَبِيِّنَا مُحَمّدٍ وَعَلَىٰ آلِهِ وَأَصحَابِهِ وَمَن تَبِعَهُم بِإِحسَانٍ إِلَى يَومِ الدِّينِ أَمَّا بَعدُ
Pada artikel sebelumnya, kita telah menjelaskan bahwa tidak ada hadits shahih yang berkaitan dengan amalan khusus di bulan Rajab. Sebagaimana perkataan dari seorang ahli pakar hadist, Al-Hafizh Ibnu Hajar al-'Asqalani asy-Syafi'i rahimahullah mengatakan,
"Tidak ada satu hadits shahihpun yang bisa dijadikan hujjah (dalil) tentang keutamaan bulan Rajab, puasa Rajab, atau keutamaan berpuasa di hari-hari tertentu padanya, maupun shalat malam secara khusus padanya." (Tabyiin al-'Ajab, hlm. 23).
Namun hadist-hadist palsu yang beredar di tengah masyarakat, menggiring mereka untuk mengamalkannya. Maka pada kesempatan ini, kami akan bahas hadist-hadist palsu tersebut.
1. Hadist tentang Keutamaan Sholat 4 Rakaat di Bulan Rajab
“مَنْ صَامَ يَوْمًا مِنْ رَجَبٍ، وَصَلَّى فِيْهِ أَرْبَعُ رَكَعَاتٍ، يَقْرَأُ فيِ أَوَّلِ رَكْعَةٍ مِائَةَ مَرَّةٍ آيَةَ الكُرْسِي، وَفيِ الرَّكْعَةِ الثَّانِيَةِ قُلْ هُوَ اللهُ أَحَدُ مِائَةَ مَرَّةٍ، لَمْ يَمُتْ حَتَّى يَرَى مَقْعَدَهُ مِنَ الجَنَّةِ، أَوْ يُرَى لَهُ.”
“Barangsiapa berpuasa di bulan Rajab, melakukan shalat 4 raka’at, membaca ayat kursi 100 kali pada raka’at pertama, dan membaca surat al-Ikhlas 100 kali pada raka’at kedua, maka tidaklah dia meninggal sampai dia melihat atau diperlihatkan tempat duduknya di surga.”
Al-Hafizh Ibnu Hajar al-Asqalani rahimahullah menegaskan,
“Hadits ini palsu atas nama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.”
(Tabyinul Ajab bima warada fi Fadhli Rajab hlm. 22)
2. Hadist tentang Keutamaan Puasa di Bulan Rajab
أَنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَمْ يَصُمْ بَعْدَ رَمَضَانَ إلا رجباً وشعبان
“Sesungguhnya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak puasa setelah Ramadhan kecuali pada bulan Rajab dan Sya’ban.”
Imam al-Baihaqi (384 – 458 H) rahimahullah setelah menyebutkan hadits ini dalam kitabnya Sunan al-Baihaqi. Beliau menyatakan bahwa ini adalah hadits yang munkar, pada sanadnya terdapat seorang perawi bernama Yusuf bin ‘Athiyyah; ia sangat lemah periwayatan haditsnya.
3. Hadist tentang Shalat pada Awal Bulan Rajab
مَنْ صَلَّى الْمَغْرِبَ أَوَّلَ لَيْلَةٍ مِنْ رَجَبٍ ثُمَّ صَلَّى بَعْدَهَا عِشْرِينَ رَكْعَةً، يَقْرَأُ فِي كل رَكْعَة بِفَاتِحَة الْكتاب وَقل هُوَ اللَّهُ أَحَدٌ مَرَّةً، وَيُسَلِّمُ فِيهِنَّ عَشْرَ تَسْلِيمَاتٍ، أَتَدْرُونَ مَا ثَوَابُهُ؟ فَإِنَّ الرُّوحَ الأَمِينَ جِبْرِيلَ عَلَّمَنِي ذَلِكَ. قُلْنَا: اللَّهُ ورَسُولُهُ أَعْلَمُ. قَالَ: حَفِظَهُ اللَّهُ فِي نَفْسِهِ وَمَالِهِ وَأَهْلِهِ وَوَلَدِهِ وَأُجِيرَ مِنْ عَذَابِ الْقَبْرِ وَجَازَ عَلَى الصِّرَاطِ كَالْبَرْقِ بِغَيْرِ حِسَابٍ وَلا عَذَاب.
“Barangsiapa mengerjakan shalat maghrib pada awal malam bulan Rajab, kemudian mengerjakan shalat dua puluh rakaat setelahnya; pada setiap rakaat membaca surat al-Fatihah dan al-Ikhlas satu kali, dengan 10 kali salam; tahukah kalian pahala yang didapat darinya?Allah akan menjaga dirinya, keluarganya, hartanya dan anak-anaknya; dia akan diselamatkan dari siksa kubur; dan akan melewati shirat (jembatan di atas Neraka Jahannam) secepat kilat tanpa dihitung amalannya ataupun diazab.”
Dalam kitab Al-Maudhu’at li Ibnil Jauzy (2/123) al Imam Ibnul Jauzi rahimahullah mengatakan hadits ini palsu, mayoritas perawinya tidak dikenal oleh para ahli hadits.
4. Hadist tentang Shalat Pada Malam 27 Rajab
Dari sahabat Abdullah bin Abbas radhiyallahu anhuma berkata,
“مَنْ صَلَّى لَيْلَةَ سَبْعٍ وَعِشْرِيْنَ مِنْ رَجَبٍ اثْنَتَيْ عَشْرَةَ رَكْعَةٍ يَقْرَأُ فيِ كُلِّ رَكْعَةٍ مِنْهَا بِفَاتِحَةِ الكِتَابِ وَسُورَةٍ، فَإِذَا فَرَغَ مِنْ صَلَاتِهِ قَرَأَ فَاتِحَةَ الكِتَابِ سَبْعَ مَرَّاتٍ وَهُوَ جَالِسٌ، ثُمَّ قَالَ: سُبْحَانَ اللهِ وَالحَمْدُ لِلّهِ وَلَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ وَاللهُ أَكْبَرُ وَلَا حَوْلَ وَلَا قُوَّةَ إِلَّا بِاللهِ العَلِيِّ العَظِيْمِ أَرْبَعَ مَرَّاتٍ، ثُمَّ أَصْبَحَ صَائِمًا، حَطَّ اللهُ عَنْهُ ذُنُوبَهُ سِتِّيْنَ سَنَةً. وَهِىَ اللَّيْلَةُ الَتِي بَعَثَ فِيْهِ مُحَمَّدٌ صلى الله عليه وسلم.”
“Barangsiapa yang shalat 12 raka’at pada malam ke-27 bulan Rajab, ia membaca al-Fatihah dan sebuah surat dari al-Qur’an di setiap raka’atnya, kemudian setelah selesai shalat, dia duduk sambil membaca surat al-Fatihah 7 kali, lalu membaca,
سُبْحَانَ اللهِ وَالحَمْدُ لِلّهِ وَلَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ وَاللهُ أَكْبَرُ وَلَا حَوْلَ وَلَا قُوَّةَ إِلَّا بِاللهِ العَلِيِّ العَظِيْمِ
‘Maha Suci Allah, segala puji bagi-Nya, tidak ada sesembahan yang berhak disembah kecuali Allah, Allah Maha Besar, tidak ada daya dan upaya kecuali dengan pertolongan Allah yang Maha Tinggi dan Maha Agung’ sebanyak 4 kali, kemudian esok harinya ia berpuasa, niscaya Allah akan hapus dosanya selama 60 tahun. Itu adalah malam diutusnya Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam.”
Disebutkan di dalam catatan kaki kitab Tabyinul ‘Ajab fii maa Warada fii Syahri Rajab,
“Di dalam hadits tersebut, ada perawi yang tidak dikenal. Adapun Ibnu Ziyad al-Yasykuri, maka dia telah dikatakan pendusta oleh para ulama ahli hadits. Maka tidak pantas menyibukkan diri untuk menelaah yang semisal ini.”
5. Hadist tentang Keutamaan Berpuasa di Bulan Rajab
Diantara hadistnya
رَجَبٌ شَهْرُ اللهِ الْأَصَمِّ، مَنْ صَامَ مِنْ رَجَبٍ يَوْماً إِيْمَاناً وَاحْتِسَاباً اُسْتُوْجِبَ رِضْوَانُ اللهِ الْأَكْبَرِ
“Rajab adalah bulan Allah al-Asham (Mahakuat), barang siapa yang berpuasa sehari pada bulan Rajab dengan penuh keimanan dan mengharapkan pahala, maka akan mendatangkan keridhaan Allah yang Mahabesar.”
Hadits ini tidak ada asalnya; direka-reka oleh Abu Bakar as-Suqti dan dibubuhi sanad palsu, sebagaimana dipaparkan Ibnu hajar dalam kitabnya Tabyinul ‘Ajab. Imam asy-Syaukani seorang yang fakih dan mujtahid dan salah satu ulama besar negeri Yaman pada zamannya mengatakan dalam kitabnya Fawaid al-Majmu’ah, “Hadits ini diriwayatkan oleh al-Jauzaqani dari Anas secara marfu’. Akan tetapi hadits ini palsu dan para perawinya sama sekali tidak dikenal.”
Penutup
Masih ada beberapa hadist palsu maupun dhaif yang tidak sempat kami paparkan. Kesimpulannya, sebagai muslim sejati dalam mengamalkan sebuah hadist harus didasari dengan keshahihannya. Karena amalan tanpa ada bukti nyata yang kuat dari Al Qur’an maupun As Sunnah, tentu amalan tersebut akan sia-sia dan tertolak. Sebagaimana yang dikabarkan dari hadit ummul mukminin Aisyah radhiallahu anha bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda,
مَنْ أَحْدَثَ فِي أَمْرِنَا هَذَا مَا لَيْسَ مِنْهُ فَهُوَ رَدٌّ
“Barangsiapa yang mengada-adakan sesuatu (amalan) dalam urusan (agama) kami yang bukan dari kami, maka (amalan) itu tertolak.”
(HR. Bukhari dan Muslim)
Dan tentu akan ada balasan bagi orang-orang yang berdusta atas nama Rasulullah shallallahu alaihi wasallam. Bahkan Rasulullah shallallahu alaihi wasallam telah memperingati kita semua dari perbuatan dusta tersebut. Beliau alaihisshalatu wassalam bersabda,
مَنْ كَذَبَ عَلَيَّ مُتَعَمِّدًا فَلْيَتَبَوَّأْ مَقْعَدَهُ مِنْ النَّارِ
"Barangsiapa berdusta atas namaku dengan sengaja, maka hendaklah ia menyiapkan tempat duduknya di neraka."
(HR. Bukhari no. 1291 dan Muslim no. 3 di dalam sahih keduanya dari sahabat Abu Hurairah)
والله أعلم بالصواب