Isra Mi'raj : Urgensi Ibadah Dibalik Peristiwaa Agung Ini Daripada Perayaannya

الحمد لله على إحسانه والشكرله على توفيقه وامتنانه وأشهد ان لا اله الا الله تعظيما لشأنه واشهد ان محمدا رسول الله الدعي الى رضوانه
Alhamdulillah, Kembali lagi kita memuji allah subhanahu wata’ala yang telah mensyariatkan shalat lima waktu sehari semalam. Shalawat berbingkaikan salam kita curahkan kepada baginda Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi Wasallam yang telah melakukan perjalanan di malam hari untuk menerima perintah shalat.
Sebagai umat Islam, kita tentunya senantiasa mengerjakan shalat lima kali dalam sehari semalam atau yang biasa kita sebut shalat lima waktu. Nah, pernahkah kalian bertanya, kapan shalat lima waktu disyariatkan? Apa hubungan antara shalat lima waktu dan peristiwa Isra’ Mi’raj? Apa hukum merayakannya? Untuk mengetahuinya mari kita simak materi berikut ini:
Apa itu Isra’ Mi’raj?
Isra’ Mi’raj berasal dari 2 kata, yaitu Isra’ dan Mi’raj. Isra’ berasal dari kata (أسرى – يسرى) yang bermakna memperjalankan di malam hari. Isra’ adalah peristiwa Dimana nabi Muhammad diperjalankan dari masjidil haram ke masjidil aqsa. Sedangkan mi’raj berasal dari kata (عرج – يعرج) yang berarti naik. Mi’raj merupakan lanjutan dari peristiwa Isra’ Dimana beliau ﷺ naik ke sidratul Muntaha.
Isra’ Mi’raj merupakan salah satu peristiwa dari peristiwa – peristiwa menakjubkan, Dimana nabi kita, nabi Muhammad ﷺ bepergian dengan menaiki buraq dan ditemani oleh malaikat Jibril, dari masjidil haram ke Baitul maqdis atau yang kita kenal dengan masjidil aqsa, dan diangkat ke langit ke tujuh kemudian Kembali ke Makkah.
Yang ajaibnya, perjalanan yang sangat jauh ini dilakukan hanya dalam satu malam. Tentu peristiwa ini telah dinukilkan dalam al-Qur’an sehingga kita sebagai kaum muslimin haruslah percaya terhadap peristiwa ini karena allah sendiri yang mengabarkan dalam kalamnya:
سُبْحٰنَ الَّذِيْٓ اَسْرٰى بِعَبْدِهٖ لَيْلًا مِّنَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ اِلَى الْمَسْجِدِ الْاَقْصَا الَّذِيْ بٰرَكْنَا حَوْلَهٗ لِنُرِيَهٗ مِنْ اٰيٰتِنَاۗ اِنَّهٗ هُوَ السَّمِيْعُ الْبَصِيْرُ ١
Artinya: “Mahasuci (Allah) yang telah memperjalankan hamba-Nya (Nabi Muhammad) pada malam hari dari Masjidilharam ke Masjidil Aqsa yang telah Kami berkahi sekelilingnya agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian tanda-tanda (kebesaran) Kami. Sesungguhnya Dia Maha Mendengar lagi Maha Melihat." (Qs. Al Isra: 1)
Peristiwa ini bertujuan untuk menerima wahyu shalat fardhu. Sebelum shalat fardhu menjadi 5 kali, shalat disyariatkan sebanyak 50 kali. Lalu berkat saran nabi musa ‘alaihissalam yang mengatakan kepada nabi Muhammad bahwa ummatnya tidak akan sanggup melakukannya, sehingga nabi Muhammad ﷺ meminta kepada Allah agar jumlah rakaatnya dikurangi. Permintaan beliau dikabulkan dan jumlah rakaatnya berkurang sedikit demi sedikit sampai akhirnya menjadi seperti hari ini, yakni lima kali dalam sehari.
Meski jumlahnya telah dikurangi dari lima puluh kali shalat menjadi lima kali shalat, akan tetapi pahalanya tetap sama dengan pahala lima puluh kali shalat, karena setiap satu kebaikan akan dibalas dengan sepuluh kali lipat.
Apa hukum merayakan peristiwa Isra’ Mi’raj?
Mayoritas kaum muslimin di dunia ini, merayakan peristiwa ini. Akan tetapi, sebelum kita menanyakan apa hukum merayakannya, mari kita telusuri terlebih dahulu kapan Isra’ Mi’raj terjadi, apakah ia benar terjadi pada malam 27 rajab?
Para ulama berbeda pendapat mengenai kapan terjadinya peristiwa ini, karena tidak ada satupun hadits shahih yang menerangkan kapan Isra’ Mi’raj terjadi. Ada yang mengatakan peristiwa ini terjadi sekitar pada tahun ke dua, tahun ke lima dan ada juga yang mengatakan tahun ke sepuluh setelah kenabian. Namun tidak ada satu pun yang pasti tentang kebenaran waktu peristiwa ini.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah mengatakan:
“Tidak ada dalil tegas yang menyatakan terjadinya isra’ mi’raj pada bulan tertentu atau sepuluh hari tertentu atau ditegaskan pada tanggal tertentu. Bahkan sebenarnya para ulama berselisih pendapat mengenai hal ini, tidak ada yang bisa menegaskan waktu pastinya.” (Zaadul Ma’ad, 1/54)
Rasulullah ﷺ dan para sahabatnya juga tidak pernah mencontohkan hal ini. Sehingga perkara ini masuk dalam perkara bid’ah (perkara baru dalam agama yang tidak ada tuntunannya dari nabi ﷺ). Barangsiapa yang mengadakan perkara baru dalam agama, maka amalan itu ter tolak, sebagaimana sabda beliau:
من أحدث في أمرنا هذا ما ليس منه فهو رد
Artinya: “Barangsiapa yang mengada-adakan sesuatu dalam urusan agama kami ini yang bukan dari kami, maka (amalan tersebut) tertolak”
Kalau waktu mengenai kapan peritiwa Isra’ Mi’raj saja diperselisihkan oleh para ulama, mengapa kita ingin merayakannya?
Kalau perkara ini adalah syariat islam, maka Rasulullah pasti akan menjadi orang pertama yang merayakannya. Nyatanya, pernahkah Rasulullah serta para sahabatnya melakukannya?
Kalau memang hal ini dilakukan oleh beliau, maka tentulah tidak akan ada perbedaan pendapat mengenai waktu terjadinya Isra’ Mi’raj.
Bagaimanakah Peristiwa Isra’Mi’raj itu?
Peristiwa ini adalah perjalanan Nabi Muhammad saw pada malam hari. Dari masjidil Haram ke Baitul Maqdis atau yang kita kenal sebagai Majidil Aqsa, nabi Muhammad saw pergi dengan menaiki buraq yang didampingi oleh malaikat Jibril, lalu beliau turun untuk melaksanakan ibadah Sholat dan sekaligus mengimami para nabi yang lain, ketika beliau sholat, buraq di ikat pada tali pintu masjid.
Pada malam itu dari Baitul maqdis beliau naik ke langit dunia yang di damping oleh Jibril, setelah itu Jibril memita izin untuk dibukakakan pintu dan maka dari itu pintu langit dibukakan untuknya, setelah itu di langit pertama beliau ketemu dengan nabi Adam as Bapak dari semua manusia dan nabi Adam mengucapkan salam untuk nya setelah itu beliau naik ke langit ke dua, di sana beliau ketemu dengan nabi Yahya bin Zakaria dan nabi Isa bin Maryam dan beliau mengucapkan salam untuknya dan mereka berdua menjawat salam tersebut.
Setalah itu beliau naik ke langit ke tiga ketika sampai beliau bertemu dengan nabi Yusuf dan beliau mengucapkan salam untuknya dan nabi Yusuf menjawab salam tersebut. Setalah itu beliau naik ke langit ke empat, di sana beliau bertemu dengan nabi Idris, beliau mengucapkan salam untuknya dan nabi Idris menjawab salam tersebut. Dan setelah itu beliau melanjutkan perjalanannya ke langit ke lima, di sana beliau bertemu dengan nabi Harun bin Imran dan beliau mengucapkan salam untuk nya dan, dan nabi harun mejawab salam tersebut. Setalah itu beliau naik ke langit ke enam, di sana beliau bertemu dengan nabi Musa bin Imran dan beliau mengucapkan salam untuknya dan nabi Musa menjawab salam tersebut.
Dan beliau melanjutkan perjalanannya lagi sampai ke langit yang terkahir yaitu langit ke tujuh, di sana beliau bertemu dengan nabi Ibrahim dan beliau mengucapkan salam untuknya dan nabi Ibrahim menjawab salam tersebut. Setelah itu beliau melanjutkan perjalannya ke Al-Baitul Ma’mur atau yang kita kenal Sidaratul Muntaha untuk menghadap Allah swt, setelah itu Allah swt mewahyukan kepada hambanya untuk mewajibkan Sholat kepada beliau lima puluh kali, dan setelah itu beliau menemui nabi Musa untuk meminta saran akan tetapi nabi Musa mengatakan “kembalilah sesungguhnya ummatmu tidak akan mampu” dan beliau meminta saran dari Jibril, akan tetapi Jibril mengatakan seperti demikian.
Kemudian beliau Kembali menghadap kepada Allah swt untuk diberikan keringanan, dalam Riwayat Bukhari jumlah sholat dikurangi sepuluh dan setelah itu beliau kembali kepada Musa akan tetapi Musa memintanya untuk kembali lagi untuk meminta keringanan kepada Allah swt, begitulah beliau mondar mandir bertemu dengan Musa dan Allah swt sampai sholat itu ditetapkan lima kali.
Ibnul Qayyim menyebutkan bahwa beliau melihat rabbnya tidak seperti manusia biasa, ada juga yang mengatakan beliau melihat rabbnya dengan mata telanjang, namun pendapat ini tidak ada yang menguatkan sama sekali. Setelah itu beliau melihat neraka dan surga, beliau melihat pintu neraka yang diawasi oleh malaikat penjaga neraka dan beliau melihat orang yang disiksa kerena dosa yang diperbuatnya, seketika beliau menangis kerena takut salah satu dari ummatnya masuk ke dalam neraka. Ketika beliau diperlihatkan surga beliau tersenyum.
Penutup
Jadi, dapat disimpulkan bahwa peristiwa Isra’ Mi’raj merupakan peristiwa yang agung Dimana nabi Muhammad shallallahu alaihi wasallam naik ke atas langit untuk menerima perintah shalat. Mengenai waktu terjadinya, tidak ada satupun hadits shahih yang memastikannya.
Adapun perayaannya, maka sebaiknya kita tidak melakukannya karena berbagai alasan, diantaranya:
Merupakan perkara bid’ah karena tidak ada tuntunannya dalam syariat.
Tidak ada tanggal pasti mengenai waktu terjadinya Isra’ Mi’raj.
Jika perayaan ini dilakukan, maka akan muncul beberapa kemungkaran, seperti ikhtilat (campur baur antara laki-laki dan Perempuan), music, dll.
Daripada sibuk dengan perayaan ini, sudahkah kita menjaga dan melaksanakan setiap harinya apa yang disyariatkan pada peristiwa ini, yakni shalat lima waktu?
Wallahu a’lam